Jumat, 17 April 2020

Perjuangan Indonesia Melawan Penjajah

Pendudukan Belanda di Indonesia
Awal abad ke lima belas bangsa Eropa mengadakan penjelajahan samudera. Tujuannya yaitu mencari kekayaan (gold), kejayaan (gospel), & menyebarkan agama Nasrani (glory). Salah satu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh bangsa Eropa yang berikilm dingin adalah rempah-rempah. Rempah-rempah berguna untuk obat-obatan, penyedap makanan, dan pengawet makanan.

Daerah penghasil rempah-rempah yang terkenal sejak zaman dahulu ialah Maluku. Bangsa Eropa ini membeli rempah-rempah secara langsung dari Maluku. Ada beberapa alasan mengapa mereka menyukai rempah-rempah dari Maluku. Pertama, mutu rempah-rempah Maluku sangat bagus. Kedua, harganya lebih murah dibandingkan dengan harga tempat lain.
Pada awalnya tujuan utama bangsa Eropa datang ke Indonesia ialah untuk hanya berdagang. Akan tetapi, tujuan tersebut selanjutnya berubah menjadi menjajah. Beberapa bangsa Eropa yang pernah datang & menjajah bangsa Indonesia yaitu bangsa Portugis, Spanyol, Belanda,& Inggris. Belanda merupakan bangsa yang paling lama menjajah bangsa Indonesia, yakni selama 350 tahun. 
Dalam  upaya mencari jalan ke Indonesia mulanya pelaut -pelaut Belanda mencari jalan melalui Kutub Utara. Usaha ini ternyata tidak  berhasil. Kemudian mereka mencari jalan lain, yaitu melalui Tangiung Harapan (Cape of Good Hope), Afrika Selatan. Setelah berlayar selama 14 bulan, akhirnya tanggal 22 Juni 1596, armada Belanda berhasil mendarat di Banten. Rombongan ini dipimpin oleh Cornelis de Houtman

Tujuan utama Belanda datang ke Indonesia ialah untuk berdagang, terutama untuk membeli rempah-rempah. Mula-mula, Belanda menunjukan sikap bersahabat dengan masyarakat Banten. Akan tetapi, akhirnya Belanda memperlihatkan sikap serakah & kasar. Tindakan ini, yang membuat masyarakat Banten marah & memusuhi belanda. Kedatangan Belanda tidak mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat. Dan akibatnya, armada Belanda tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Maluku untuk mencari rempah-rempah, mereka akhirnya kembali ke negeri Belanda melalui Bali. Armada Belanda yang pertama ini mengalami kerugian besar. Meskipun demikian, rombongan mereka sudah menemukan jalan ke Indonesia.


Pada tahun 1598, untuk kedua kalinya armada Belanda tiba di Banten. Armada ini dipimpin oleh Jacob van Neck, disusul kedatangan armada yang dipimpin oleh Warwijk. Sejak saat itu, orang-orang Belanda berlomba-lomba datang ke Indonesia. Terbukanya jalur perdagangan ke Indonesia mengakibatkan munculnya persaingan di antara para pedagang. Persaingan itu terjadi antara sesama pedagang Eropa lainnya. Untuk memenangkan persaingan dagang dengan bagssa Eropa lain maupun dengan sesama bagsa Belanda sendiri, Pemerintah Belanda membentuk persatuan (kongsi) dagang. persatuan dagang Belanda tersebut didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Namanya ialah Vereenigde Oost indische Compagnie (VOC), artinya Persatuan Dagang Hindia Timur. Tujuannya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya melawan pesaing-pesaignya, baik dari dalam maupun luar Belanda seperti Portugis, Inggris, Spanyol. Untuk kelancaran usaha dagangnya, Pemerintah Belanda memberi hak monopoli kepada VOC untuk:

1) Membuat perjanjian dengan raja-raja
2) Menyatakan perang dan mengadakan perdamaian
3) Membuat senjata dan mendirikan benteng
4) Mencetak Uang
5) Mengangkat dan memberhentikan pegawai



Pieter Both diangakat sebagai Gubernur jenderal VOC yang pertama dan bekedudukan di Ambon. VOC melakuka monopoli perdagangan rempah-rempah. Artinya, rempah-rempah hanya boleh dijual kepada VOC dengan harga yang telah ditentukan dengan VOC. Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal, pusat VOC dipindahkan dari Ambon ke Jayakarta (Jakarta) pada tanggal 31 Mei 1619. Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Alasan pemindahan kantor VOC karena letak Jayakarta dianggap strategis begi pelayaran dan perdagangan. Selain itu, Jayakarta lebih dekat dengan Tanjung Harapan. Sejak bermarkas di Jayakarta, sikap VOC semakin kasar dan mereka mulai menjajah bangsa Indonesia. Akibatnya timbul perlawanan di mana-mana. Walaupun VOC mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia, mereka pada akhirnya dapat menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia. Belanda dengan mudah menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan menjalankan politik adu domba (Devide et Impera). Maksudnya, Belanda mengadu raja-raja dari berbagai kerajaan yang ada di Indonesia untuk saling bermusuhan. Belanda berpura-pura membela salah satu dari kerajaan yang berselisih, dengan syarat kerajaan tersebut harus tunduk kepada Belanda. menjelang abad ke-19, keadaan keuangan VOC semakin memburuk, sehingga VOC mengalami kebangkrutan.  Akibatnya pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda.



Pada akhir abad ke-18, terjadi perubahan politik di Eropa. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte (kaisar Prancis) berhasil menaklukan Belanda. Napoleon kemudian mengubah bentuk negara Belanda dari republik menjadi kerajaan. Sebagai Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels. Tujuannya adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan dari Inggris. Untuk memperkuat pertahanan di Pulau Jawa, Daendels memerintahkan pembuatan jalan raya yang sangat panjang. Tujuannya untuk mempercepat pergerakan pasukan Belanda jika terjadi peperangan. Jalan raya itu terbentang dari Anyer (Banten) samapai Panarukan (Jawa Timur). Untuk mempercepat pembuatan jalan raya itu, Daendels memerintahkan rakyat Indonesia bekerja tanpa upah. Siapa yang membangkang akan disiksa. Rakyat Indonesia yang miskin dan melarat semakin menderita dengan adanya kerja paksa tersebut. Akibatnya, tidak sedikit bangsa Indonesia yang menjadi korban. Mereka banyak yang mati kelaparan dan terserang penyakit malaria. Kerja paksa ini disebut rodi. Tindakan Daendels tersebut membuat hubungannya dengan penguasa pribumi menjadi renggang. Salah seorang pribumi yang menentang Daendels ialah Pangeran Kusumadinata dari Sumedang, Jawa Barat. Beliau tidak rela melihat rakyat Sumedang yang ikut kerja paksa itu menjadi korban. Kekejaman yang dilakukan Gubernur Jenderal Daendels terhadap rakyat Indonesia akhirnya didengar Napoleon. Pada tahun 1811, Daendels dipanggil lagi ke negeri Belanda dan digantikan oleh Jansen.



Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal menggatikan Van Der Capellen. Ia diberi tugas mencari uang guna mengisi kas negara Belanda yang sudah kosong akibat perang. Van den Bosch memberlakukan tanam paksa (Cultuurstelsel). Pemerintah Belanda mengerahkan tenaga rakyat untuk menanam tanaman yang hasilnya dapat dijual di pasaran dunia. Misalnya teh. kopi, tembakau, tebu dan lain-lain. sebenarnya. rakyat Indonesia tidak akan merasa sengsara kalau peraturan tanam paksa dijalankan dengan benar. Tetapi dalam pelaksanaanya, tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Pihak Belanda semakin bertindak sewenag-wenagnya. Hasil tanaman rakyat dibayar dengan harga sangat murah. Tanam paksa menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Beban yang harus dialami rakyat semakin berat. Hasil pertanian semakin turun. Bencana kelaparan terjadi dimana-mana. Tidak sedikit rakyat Indonesia yang mati kelaparan. Sebaliknya sistem tanam paksa ini sangat menguntungkan Belanda. Kas negara yang tadinya kosong kini terisi kembali. Semua hasil tanam paksa di angkut ke Belanda.

Aturan tanam paksa tersebut sebagai berikut:
1) Penduduk Wajib menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di passaran Eropa.
2) Tanah yang dipakai untuk tanaman wajib tanam ini dibebaskan dari pajak tanah.
3) Hasil tanaman wajib tanam itu harus diserahkan kepada pemerintah belanda.
4) Kerusakan-kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi tanggungan pemerintah.
5) Pekerajaan yang dilakukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
6) Mereka yang bukan petani harus bekerja 66 hari dalam setahun untuk pemerintah Belanda



Akibat pelaksanaan tanam paksa, penderitaan yang dialami bangsa indonesia semakin bertambah. kemiskinan dan kelaparan selalu mengancam. Ternyata, ada juga orang Belanda yang tidak senang dengan diberlkukannya tanam paksa, Di antara bangsa Belanda yang menentang tanam paksa ilalah Edward Douwes Dekker dan Van Hoevel. Edward Douwes Dekker, mantan asisten Residen Lebak, mengecam tanam paksa ini melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar. Dalam buku itu, Douwes Dekker memakai nama samaran Multatuli. Dalam buku Max Havelaar diceritakan tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan tanam paksa. Selama 31 tahun bangsa indonesia mengalami keterbelakangan dan kebodohan.

Untuk itu Multatuli alias Douwes Dekker mendesak pemerintah Belanda agar tanam paksa segera dihapuskan. Akhirnya setelah melalui perdebatan seru di parlemen Belanda, tanam paksa mulai dihapuskan secara bertahap.



2. Pendudukan Jepang di Indonesia

Pada tanggal 8 Desember 1941, armada angkatan laut Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Kepulan Hawaii). Setelah penyerangan tersebut, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada waktu itu, Belanda merupakan sekutu Amerika Serikat. Sebagai rasa setia kawan, Belanda pun menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan itulah yang dijadikan alasan Jepang untuk menyerang Indonesia. Akibatnya pecahlah perang Asia Timur Raya. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang menyerbu dan menduduki Filipina, Burma (sekarang Myanmar), Malaya, Singapura, dan Indonesia. Serbuan Jepang tanggal 26 Desember 1941 berhasil melumpuhkan pertahanan Hindia Belanda di Indonesia. Pasukan Jepang berhasil menghancurkan pangkalan dan pertahanan udara Hindia Bekanda di Tondano, Sulawesi Utara. Pada tanggal 10-11 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Pada tanggal 23 Januari 1942, Jepang menduduki Balikpapan, juga di Kalimantan Timur. Selanjutnya tanggal 14 Februari 1942 giliran Palembang, Sumatera Selatan jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 16 Februari 1942, Plaju, Sumatera Selatan juga berhasil dikuasai Jepang. Kota-kota yang diduduki dan dikuasai Jepang tersebut adalah kota penghasil minyak bumi. Setelah itu, Perhatian Jepang diarahkan ke Pulau Jawa. Pada tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendarat secara serempak di tiga tempat Pulau Jawa, yaitu di sekitar Merak dan Teluk Banten, di sekitar Eretan Wetan, Cirebon, dan di Desa Krangan, Sebelah timur Pasuruan, Jawa Timur. Penyerangan Jepang ke Pulau Jawa ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Jakarta dapat diduduki dan dikuasai Jepang pada tanggal 5 Maret 1942 sehingga pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Panglima angkatan perang Hindia Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten, atas nama seluruh Angkatan Perang Sekutu, akhirnya menyerah tanpa syarat pada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yaitu Tjarda van Stakenborgh Stachouwer menyerahkan pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang. Upacara penyerahan itu berlangsung di Kalijati (dekat Subang), Jawa Barat. Dengan penyerahan Belanda tanpa syarat tersebut, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia.



Kedatangan tentara Jepang yang berhasil mengalahkan Belanda semula disambut dengan tangan terbuka oleh bangsa Indonesia. Di mana-mana tentara Jepang disambut sebagai tentara yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Orang-orang Jepang mempergunakan kesempatan ini sebagai alat propaganda agar rakyat Indonesia mau membantu Jepang. Tentara Jepang sangat pandai memikat hati rakyat Indonesia dengan megumbar janji dan harapan. Rakyat Indonesia dihasut agar memusuhi bangsa Belanda. Tentara Jepang berhasil menarik simpati rakyat indonesia. Bangsa Indonesia sudah bosan dengan penindasan Belanda yang sudah berlangsung selama tiga setengah abad. Tentara Jepang menyerbu dan mengusir Belanda dari indonesia tidak semata-mata dengan tujuan jujur membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang mempunyai tujuan tersembunyi, yakni menguasai Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa Jepang ingin meguasai Indonesia yaitu:

1) Indonesia kaya akan bahan mentah seperti minyak bumi, batu bara, dan lainnya
2) Indonesia kaya akan hasil pertanian dan perkebunan, seperti beras, karet, kapas, jagung, dan rempah-rempah
3) Indonesia memiliki tenaga manusia dalam jumlah banyak sebagai tenaga kerja.



Para pemimpin Jepang sadar, tanpa bantuan rakyat Indonesia, apa yang diharapkan Jepang tidak akan berhasil. Oleh karena itu, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia, terutama para pemimpin pergerakan nasionalnya. ada tiga cara Jepang dalam meraih simpati rakyat yaitu:

1) Bendera merah putih diizinkan berkibar di Indonesia
2) Rakyat Indonesia diperbolehkan menyanyikan lagu ''Indonesia Raya'' ciptaan Wage Rudolf Supratman
3) Bahasa Indonesia boleh dipakai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, menggantikan bahsa Belanda



pada mulanya, kedatangan tentara Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia berharap, dengan kedatangan Jepang, bangsa Indonesia terlepas dari penderitaan yang dialami selama penjajahan Belanda. Akan tetapi, semakin lama semakin terasa betapa kejamnya Jepang. Bahkan, tentara Jepang lebih kejam daripada bangsa Belanda. Selain itu, bangsa Jepang sangat tamak. Semua hasil bumi Indonesia diambil. Akibatnya, para petani tidak mempunyai beras untuk dimakan. Seluruh panen padi diambil secara paksa oleh Jepang. Rakyat Indonesia semakin menderita. Beras, jagung, ketela atau singkong, telur, bahkan ternak milik petani, semua diambil secara paksa oleh jepang untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang sendiri. Penderitaan rakyat Indonesia semakin lengkap karena tidak tersedianya obat-obatan. Rakyat mudah terserang penyakit seperti tipus, kolera, disentri, malaria, dan lain-lain. Banyak rakyat yang mati kelaparan maupun karena sakit yang tak terobati. Rakyat indonesia tidak hanya kekurangan makanan dan obat-obatan, tetapi juga pakaian. Biarpun ada uang untuk membeli, tetapi bahan pakaian banyak tidak dijual. Akibatnya, rakyat memakai pakaian compang-camping dan penuh tambalan. Tidak sedikit pula yang memakai pakaian dari karung goni, karet lempengan, atau daun rumbia. Untuk memperlancar percapaian dalam tujuan dalam peperangan, Jepang mengerahkan tenaga rakyat sebagai tenaga kerja. Rakyat dipaksa mengerjakan pekerjaan berat seperti, membuat jalan raya, jembatan, benteng pertahanan, lapangan udara, dan lain-lain. Kerja paksa pada zaman Jepang ini disebut Romusha. Akibat Romusha, nasib bagsa Indonesia semakin menderita. Tenaga kerja Romusha tidak hanya dipekerjakan di dalam negeri, tetapi bahkan dikirim ke luar negeri sebagai tenaga kerja di perkebunan. Ada yang dikirim ke Vietnam, Burma (Myanmar), Thailand, Malaya (Malaysia). Nasib mereka sangat memprihatinkan. Mreka harus bekerja keras tanpa menerima upah. Bagi yang membantah akan disiksa. Selain itu, saat kerja paksa para Romusha sering terancam serangan udara dari sekutu dan terancam mati karena kelaparan dan malaria. Pekerjaan mereka sangat berat sedangkan makanan dan kesehatan mereka tidak diperhatikan, mereka tinggal dan tidur di barak-barak yang kotor. Akibat segala penderitaan tersebut, para Romusha banyak yang tewas.




Organisasi-organisasi Bentukan Jepang



A. Gerakan Tiga A


Mula-mula Jepang mendirikan perkumpulan bagi rakyat. Organisasi pertama dibentuk ialah Gerakan Tiga A. Semboyan Gerakan Tiga A adalah:

1) Jepang Pemimpin Asia
2) Jepang Pelindung Asa
3) Jepang Cahaya Asia



Gerakan Tiga A didirikan pada bulan Maret 1942 sebagai bagian dari propaganda (sedenbu) Jepang. Pelopor Gerakan Tiga A ialah Shimizu Hitoshi. Ketua Gerakan Tiga A dipercayakan kepada Mr. Syamsudin yang dibantu oleh beberapa orang bekas tokoh Parindra (Partai Indonesia Raya), seperti K. Sutan pamuntjak dan Muhammad Saleh. Gerakan Tiga A bukanlah gerakan kebangsaan Indonesia. Gerakan ini lahir semata-mata untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang. Gerakan ini kurang mendapat perhatian karena bukan gerakan Kebangsaan Indonesia. Oleh karena kurang berhasil menggerakan rakyat, Gerakan ini dibubarkan.



B. Organisasi Islam


  1) Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)

Organisasi ini sebenaryna bukan murni bentukan Jepang. Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) didirikan oleh K. H Mas Mansyur pada tahun 1937 di Surabaya. Pada bulan Mei 1942, MIAI dihidupkan kembali oleh Pemerintah Jepang. Usaha ini mendapat simpati dari umat islam Indonesia.



  2) Majelis syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI)


Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuklah organisasi Islam baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Organisasi ini secara resmi didirikan pada tanggal 22 November 1943. Ketuanya, adalah K. H Hasjim Asj'ari, dibantu oleh K. H. Mas Mansyur dan K. H. Farid Ma'ruf. pemerintah Jepang memberi kebebasan kepada pemuda-pemuda Islam untuk membentuk laskar-laskar muslim Indonesia. Mereka diberikan latihan militer oleh Jepang. Laskar Islam itu antara lain laskar Hisbullah, laskar Fisabilillah, dan lain-lain.



C. Poesat Tenaga Rakjat (POETRA)

Pada 1 Maret 1943, dibentuklah sebuah organisasi baru yang diberi nama Poesat Tenaga Rakjat (POETRA). Organisasi ini dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan Kebagsaan Indonesia. Para pemimpin Poesat Tenaga Rakjat ialah Ir. Soekarno (Bung Karno), Drs. Moh. Hatta, Ki hajar Dewantara, dan K. H. Mas Mansyur. Di dalam Poesat Tenaga Rakjat, bangsa Indonesia dan pemerintah Jepang sama-sama mempunyai kepentingan. Bagi Jepang, pembentukan Poetra bertujuan untuk memusatkan seluruh kekuatan rakyat Indonesia dalam rangka membantu usaha Jepang melawan sekutu. Sebaliknya, Bung Karno, Bung Hatta, serta tokoh Indonesia lainnya berusaha memanfaatkan Poetra sebagai tempat untuk mengobarkan semangat Kemerdekaan Indonesia. Tentara Jepang mulai curiga terhadap Poetra karena kegiatannya lebih banyak usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, pemerintah Jepang merasa tidak puas terhadap Poetra. Empat orang tokoh Poetra yaitu, Bung Karno, Bung Hatta, Ki hajar Dewantara, K. H. Mas Mansyur, dianggap sebagai lambang gerakan nasional menuju Indonesia merdeka oleh Jepang, sehingga tahun 1944, didirikanlah sebuah organisasi baru bernama Jawa Hokokai atau kebaktian Jawa. Organisasi ini dipimpin langsung oleh orang Jepang. Salah satu tugas Jawa Hokokai adalah mengerahkan tenaga rakyat indonesia sebagai kerja paksaa (Romusha). Para Romusha ini dipaksa membuat kubu-kubu pertahanan, lubang perlindungan, lapangan udara, dan lain-lain untuk kepentingan perang Jepang.



D. Heiho (pembantu prajurit)

Angkatan Perang Sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat, tetap melakukan serangan terhadap Jepang. Untuk menahan serta menghambat kemajuan angkatan perang sekutu, tentara Jepang sangat membutuhkan bantuan dan dukungan rakyat Indonesia. Dalam pidatonya, Perdana Menteri Jepang, Hideki Tojo, mengumumkan bahwa rakyat Indonesia diberi kesempatan ikut serta dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Karena keaadan perang semakin gawat, tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang.Tentara Jepang lalu membentuk Heho (pembantu prajurit). Untuk angkatan Darat disebut Rikugun Heiho, Sedangkan untuk angkatan laut disebut Kaigun Heiho. Para calon prajurit Heiho diberi pelatihan dasar kemiliteran. Tempat pelatihan militer tersebut adalah di Tanggerang, Banten. Setelah memperoleh pelatihan militer, perajurit Heiho dikirim ke medan pertempuran, seperti ke Morotai (Maluku), Irian, dan lain-lain. Bagi pejuang Indonesia, hasil pelatihan militer tersebut sangat berguna. Dari pelatihan ini pemuda-pemuda Indonesia memperoleh pengetahuan baris-berbaris, menggunakan senjata, siasat perang, dan sebagainya. Jepang juda membentuk keibodan (barisan pembantu polisi), seinendan (barisan pemuda), yoshi seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (perhimpunan wanita). Mereka semua diberi pelatihan militer ringan.



E. PETA (Pembela tanah air)


Serangan tentara sekutu terhadap Jepang semakin gencar. Tentara Jepang di Indonesia merasa khawatir apabila tentara sekutu menyerang Indonesia. Oleh karena itu, semakin banyak pemuda Indonesia dilatih kemiliteran oleh Jepang. Tujuannya adalah untuk membantu Jepang dalam melawan sekutu. Pada tanggal 7 September 1943, Gatot Mangkupraja, seorang tokoh pergerakan nasional, mengajukan usul kepada pemerintah Jepang agar dibentuk sebuah tenntaraa sukarela pembela tanah air yang seluruh anggotannya terdiri atas orang-orang Indonesia. Usulan iini mendapat sambutan hangat dari seluruh rakyat Indonesisa. Bung Karno ddan Bung Hatta sangat mendukung cita-cita itu. Indonesia yang akan kelak merdeka sangat membutuhkan tenaga yang mahir dan terampil di bidang kemiliteran. Indonesia yang akan kelak merdeka sangat membutuhkan tentara yang kuat sebagai tulang punggung negara. Pada tanggal 3 Oktober 1943, Tentara Jepang mengumumkan pembentukan tentara Pembela Tanah Air (PETA). para pemuda Indonesia pun segera mendaftarkan diri sebagai anggota PETA. Para pemuda tersebut mendapat pelatihan militer yang dipusatkan di Bogor, Jawa Barat. Berbeda dengan Heiho yang dikirim ke daerah-daerah pertempuran, tentara PETA hanya diperuntukkan bagi pertahanan daerah masin-masing. Di dalam PETA ada lima jenis jabatan, yaitu daidancho (komandan batalion), Cudancho (komandan kompi), Shodanco (komandan peleton), Budancho (komandan regu), Giyuhei (prajurit sukarela). Tujuan pembentukan tentara PETA ialah untuk mempertahankan Indonesia jika ada serangan sekutu.



PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP JEPANG


1) Perlawanan rakyat Aceh, 10 November 1942 di Cot plieng Bayu, dekat Lhokseumawe, dipimpin oleh Teuku Abdul Jalil beserta pengikutnya di Blong Gampong Teungah. Teuku Abdul Jalil beserta 19 orang pengikutnya tewas, sedangkan 5 orang lainnya tertangkap.



2) Perlawanan Rakyat Biak, Irian, tahun 1943.



3) Perlawanan rakyat Pontianak, Kalimantan Barat, 16 Oktober 1944. Untuk mengenang jasa beribu-ribu orang yang di bunuh secara kejam oleh Jepang. dibangun sebuah monumen yang diberi nama Monumen Mandor atau Pemakaman Mandor.



4) Perlawanan bersenjata bermotifkan agama terjadi di Singaparna, Desa Sukamah, dekat Tasikmalaya Jawa Barat. perlawanan tersebut terjadi pada bulan Februari tahun 1944 dipimpin oleh K. H. Zaenal Mustafa.



5) Pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945, tentara PETA di Blitar melakukan pemberontakan. Pemberontakan itu dipimpin oleh Shodanco Supriyadi.