Senin, 27 April 2020

CARA TRADISIONAL MENGAWETKAN BAMBU


Bagaimana cara mengawetkan bambu secara tradisional? Sebagai bahan bangunan, bambu merupakan material alami yang mempunyai karakteristik organik. Rata-rata daya tahan bambu bisa mencapai kurang dari 3 tahun karena banyak mengandung zat gula tanpa disertai adanya unsur toksik. Bambu yang mengalami kerusakan akan mengakibatkan kekuatan, kegunaan, dan nilainya menurun drastis.

Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk memperpanjang daya tahan bambu sebagai bahan bangunan ialah pengawetan. Proses ini sanggup menunda dan menahan terjadinya kerusakan bambu sehingga kekuatan strukturnya bakal lebih stabil. Ada kalanya pengawetan juga dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai estetika dan tingkat ketahanan bambu terhadap api.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama berlangsungnya proses pengawetan di antaranya kondisi bambu tersebut, apakah basah atau kering. Bagaimana pula wujud bambu yang akan diawetkan, apakah masih utuh, berupa bilah-bilah, atau sudah dalam bentuk kerajinan? Tinjau juga bambu yang telah diawetkan nantinya bakal digunakan untuk mendukung struktur bangunan atau pun tidak. Selain itu, faktor jumlah kebutuhan dan faktor skala pengawetan pun wajib diperhitungkan.

Indonesia sudah lama mengenal teknik pengawetan bambu secara tradisional mengingat material ini banyak sekali dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rumah adat. Bahkan metode ini pun lumrah dikerjakan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penasaran bagaimanakah proses pengawetan tersebut dilaksanakan?

Perendaman di Air

Bambu yang direndam selama kurun waktu tertentu akan meningkatkan daya kekokohannya. Proses ini biasanya dilakukan di parit, kolam, sungai, sawah, atau laut dan berlangsung selama 3-4 bulan. Semakin lama bambu direndam, maka kualitasnya pun bakal semakin membaik. Meskipun metode pelaksanaannya sangat sederhana, namun kelemahan mengawetkan bambu dengan perendaman ialah lamanya waktu yang diperlukan dan munculnya bau tak sedap yang sangat menyengat pada hasil perendaman bambu.

Pengasapan Secara Alami

Secara tradisional, bambu juga bisa diawetkan melalui proses pengasapan. Caranya mudah sekali, bambu cukup diletakkan di langit-langit pada suatu ruangan yang cukup berasap, misalnya dapur. Seiring berjalannya waktu, tingkat kelembaban bambu tersebut akan berkurang secara perlahan-lahan. Dengan demikian, potensi kerusakan bambu akibat proses biologis dapat dihindari. Saat ini, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang sudah mengembangkan metode pengasapan bambu menggunakan peralatan yang modern sehingga lebih efektif dan efisien.

Penebangan Waktu Tertentu

Menurut kepercayaan, menebang bambu pada waktu-waktu tertentu dapat meningkatkan daya tahannya. Masyarakat suku jawa dan sunda yakin sebaiknya bambu ditebang pada mongso kesembilan/bulan maret. Proses ini juga harus dikerjakan pada saat menjelang subuh. Keyakinan lainnya, pohon bambu ditebang ketika sedang bulan purnama agar nantinya tidak diganggu oleh hama.

Pemanggangan dengan Tungku

Pada dasarnya, metode pemanggangan ini mirip seperti cara mengawetkan kayu secara alami melalui proses pengasapan. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan sebagai bahan pengawet. Di dalam metode pemanggangan bambu ini, kita memanfaatkan panas yang dikeluarkan oleh tungku api, bukan asap. Sehingga kondisi bambu akan menjadi lebih kering dan zat gula yang terkandung di dalamnya berubah menjadi karbon. Alhasil jamur, kumbang, dan rayap pun bakalan tidak menyukainya.

Pencelupan Memakai Kapur

Pencelupan bilah-bilah bambu ke dalam larutan kapur (CaOH2) yang mengandung kalsium karbonat juga ampuh diterapkan untuk menaikkan tingkat keawetan suatu bambu. Karakterisitik bambu yang dimasukkan ke dalam larutan ini akan berubah sifatnya menjadi kedap terhadap air. Hasilnya air pun akan sulit masuk ke dalam pori-pori bambu. Hal ini bermanfaat pada bambu tersebut yang otomatis terhindar dari serangan jamur dan kutu.